SEJARAH
Historis cikal bakal keberadaan asrama haji di Indonesia, diawali sejak dimulainya pemberangkatan jamaah haji Indonesia ke tanah suci dengan menggunakan kapal laut. Tempo dulu hanya dikenal beberapa asrama haji, seperti asrama haji Jakarta, Semarang, Surabaya, Balikpapan, dan lainnya. Kewajiban masuk asrama haji mulai diterapkan tahun 1970, berbarengan turunnya aturan dari pemerintah Arab Saudi yang mengharuskan semua jamaah haji Indonesia dikarantina selama lima hari, sebelum pemberangkatan dan lima hari setelah tiba kembali di tanah air (Indonesia). Kewajiban karantina selam lima hari dimaksud, berlaku sampai dengan tahun 1972. Ketentuan lima hari sebelum pemberangkatan dan lima hari setelah tiba di tanah air, pada tahun 1973 berubah menjadi tiga hari sebelum pemberangkatan dan setelah tiba di Indonesia.
Kondisi tahun 1973 Pemerintah Indonesia belum memiliki asrama haji, untuk mengkarantina jamaah hajinya sebagaimana ketentuan Pemerintah Arab Saudi. Upaya memenuhi ketentuan dimaksud, pemerintah Indonesia menerapkan pola sewa tempat pada wisma swasta. Pola sewa tempat sangat tidak memuaskan pemerintah, baik dari aspek fasilitas yang disediakan tidak memenuhi kebutuhan jamaah maupun biaya sewa yang sangat tidak relevan membuat pemerintah harus merencanakan pembangunan asrama haji.
Rencana pembangunan asrama haji mulai digagas pada tahun 1974 oleh Direktur Jenderal Urusan Haji Prof. KH. Farid Ma’ruf. Realisasi pelaksanaan pembangunan asrama haji pertama, adalah Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada masa Menteri Agama dijabat oleh Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Direktur Haji dijabat Burhani Tjokrohandoko. Pasca pembangunan asrama haji pondok gede, jamaah haji yang berangkat menggunakan jasa penerbangan meningkat tiga kali lipat. Melihat animo masyarakat sangat tinggi, pemerintah mengembangkan pelaksanaan pembangunan asrama haji di beberapa wilayah Jakarta, Surabaya, Makassar dan Medan.
Sebelum Unit Pelaksana Teknis Asrama Haji Embarkasi Aceh ditetapkan sebagai UPT, pelaksanaan kegiatan pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji asal Aceh menggunakan Embarkasi Medan melalui Bandara (dulu Polonia Medan). Pemberangkatan dan pemulangan dimaksud, berlangsung dari tahun 1985 (tahun berdirinya asrama haji Aceh) sampai dengan tahun 1999. Sementara peran dan fungsi Asrama Haji Embarkasi Aceh dalam rentang waktu tersebut, hanya sebatas Embarkasi Antara. Artinya, jamaah haji asal Aceh sebelum diberangkatkan ke Medan, dikarantina terlebih dahulu di asrama haji Aceh dalam durasi 1x24 jam.
Rentang waktu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 kondisinya menjadi berbeda, peran dan fungsi asrama haji dalam era dimaksud ditingkatkan. Yaitu, dari Embarkasi Antara menjadi Badan Penyelenggara Haji Indonesia (BPHI) di bawah koordinasi Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh. Sejak turunnya PMA Nomor 44 Tahun 2014 yang dikukuhkan tanggal 1 April 2015 dan PMA Nomor: 10 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 44 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Asrama Haji sampai dengan sekarang, peran dan fungsinya Asrama Haji Embarkasi Aceh terkait pemberangkatan dan pemulangan Calon Jamaah Haji (CJH) asal Aceh dan kegiatan lainnya, mengacu pada ketentuan tersebut. Artinya, pemberangkatan jamaah haji asal Aceh ke tanah suci (Mekkah-Madinah) dan pemulangannya ke tanah air, tidak lagi menggunakan Bandara Polonia Medan, akan tetapi menggunakan Bandara Iskandarmuda Aceh (BTJ).
Sumber: Profil UPT Asrama Haji Embarkasi Aceh Tahun 2024